Jumat, 18 Februari 2011

KABAR BUKU: “I Am Woman” (ed. Pamella Allen & John H. McGlynn, Yayasan Lontar dan YJP, Januari 2011)

Indonesian author Julia Suryakusuma reminds us that "literature is ultimately about life," a sentiment echoed by fellow countryman Seno Gumira Ajidarma when he wrote, "While journalism speaks with facts, literature speaks with the truth." The truths found in the fourteen stories included in this collection derive from the historical, political, social, and cultural circumstances that circumscribe the lives of women in contemporary Indonesia and the ways in which they manage to find new spaces for themselves in those circumstances. While their victories are not always grand, we can hear these women roar as we read their stories. Published in conjunction with the fifteen years anniversary of Jurnal Perempuan, Indonesia's leading magazine on feminist issues. (John H. McGlynn)

1
AWAL tahun ini jagat baca Indonesia diam-diam diwarnai hadirnya buku kumpulan cerpen bersama dalam bahasa Inggris, “I Am Woman”, dari cerpen-cerpen yang pernah dimuat di Jurnal Perempuan (JP), sebuah media cetak berbentuk fisik majalah terbitan Yayasan Jurnal Perempuan, LSM yang giat menyuarakan HAM dan demokrasi di kalangan perempuan dengan motto “Untuk Pencerahan dan Kesetaraan”. Bertindak sebagai translator adalah Andy Fuller, Melita Eagling, dan Pam Allen.
           Tidak banyak orang tahu, bahwa pada mulanya JP tidak memiliki Rubrik Seni dan Budaya. Namun kemudian pada edisi ketiganya (1997), Laora Arkeman yang diminta menjadi anggota redaksi oleh Gadis Arivia selaku Direktur YJP memandang perlu untuk diadakannya Rubrik Seni dan Budaya dengan visi perempuan (feminisme). Maka cukup mengherankan jika namanya—sebagai  Redaktur Seni dan Budaya pertama JP—sama  sekali tidak disebutkan di bagian manapun  dalam “I Am Woman”, pun cerpennya yang pernah tampil di JP (di luar puisi atau essay budaya).
           Dalam menerbitkan “I Am Woman”, YJP bekerjasama dengan Yayasan Lontar (The Lontar Foundation) yang sudah berpengalaman menerbitkan karya sastra penulis Indonesia dalam bahasa Inggris untuk pasar internasional. Antologi bersama “Menagerie 5” (guest editor: Laora Arkeman, series editor: John H. McGlynn, 2003) misalnya, diedarkan di lima negara: Australia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan utamanya Amerika. Sekedar informasi, antologi Menagerie adalah serie berisi cerpen, puisi, essay, dan foto. Empat serie sebelumnya “Menagerie 1” (editor: John H. McGlynn, 1992), “Menagerie 2” (guest editor: Leila S. Chudori, series editor: John H. McGlynn,1993),  “Menagerie 3” (series editor: John H. McGlynn, 1997), dan  “Menagerie 4” (guest editor: I Nyoman Darma Putra, series editor: John H. McGlynn, 2000).    Adapun “I Am Woman”, mengikuti “tradisi baik hati” Yayasan Lontar, juga untuk pasar internasional. Buku ini memuat 14 cerpen dengan tema yang tergambar jelas dari judul utamanya: Perempuan. Mereka yang karyanya tampil adalah Adji Subela (The Woman from Mount Antang), Chairil Gibran Ramadhan (Awaiting Silence), Dwi Nastiti Arumsari (Asmaradhana & In Memoriam of Dowager Empress), Embun Kenyowati (A Good Man),  Etik Juwita (Porcelain Spoon), Indah Surya Wardhani (I Want to Go Home), Lily Yulianti Farid (The Good  but Evil Ken), Oka Rusmini (Bunga),  Putu Wijaya (Kartini),  Shatined  (Saga), Soe Tjen Marching (Cailleach), Ully Siregar (My Father), dan Ufi Ulfiah (No Going Back Saudi Arabia).

2
SUNGGUH patut dipuji langkah Yayasan Lontar—dimotori John H. McGlynn, an American—dalam menjadi ujung tombak penerjemahan karya-karya penulis Indonesia dan membawanya melanglang buana: Ke luar negara dan memasuki negara-negara. Namun kiranya lembaga ini harus banyak belajar, salahsatunya dari Komunitas Bambu, dalam hal menghormati hak para penulis. Penerbitan milik JJ Rizal (peneliti sejarah dan sastra) yang menaungi lima penerbitan ini—Komunitas Bambu, Masup Jakarta, Mushaf, Ruas dan Ka Bandung—mengapresiasi dengan sangat baik karya kreatif seorang penulis hingga mereka tak sekedar “kenyang nama”. Dalam surat kontrak yang dikeluarkan untuk terbitnya sebuah buku, tercantum dengan jelas mengenai “hak penulis”, selain beberapa eksemplar jatah buku. Professional, manusiawi, dan masuk akal dari sebuah lembaga penerbitan.
           Meski menyebut sebagai “non-profit organization”, namun buku-buku Yayasan Lontar dijual secara komersial. Untuk pasar internasional menggunakan standar dollar, dan untuk pasar lokal menggunakan standar rupiah. “I Am Woman” sendiri—dengan fisik yang sangat sederhana—untuk  pasar lokal dipatok seharga Rp. 100 ribu. Padahal awalnya dikatakan oleh pihak YJP untuk dibagikan cuma-cuma (?!).
           Dan alangkah ironis ternyata perlakuan kepada para penerjemah lebih istimewa dibanding kepada para penulis, karena mereka memegang copyright atas terjemahannya. Sedangkan dalam surat kontrak bermaterai untuk “I Am Woman” yang dikirim kepada penulis (setelah diminta dengan keras dan hingga tulisan ini disiarkan masih di tangan penulis), disebutkan bahwa hak penulis hanya berupa 5 (lima) buku disertai keringanan discount 40% jika membelinya (?!). Selain itu copyright versi bahasa Inggris dalam segala lini dipegang Yayasan Lontar (?!). Padahal menurut hukum, copyright (hak cipta) ada di tangan pembuat karya. Di sisi lain, sudah seharusnya sebagai mitra Yayasan Lontar, YJP turut memperjuangkan hak para penulis yang ada, sehubungan perannya sebagai LSM yang giat menyuarakan HAM. Demi sebuah kesesuaian!
            Tabe!

Pondok Pinang, 180211                                                                                                                

* Chairil Gibran Ramadhan, lahir di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Alumnus IISIP Jakarta, Lenteng Agung (1996), SMA Kartika, Bintaro (1991), SMP YAPSI, Pasar Jum’at (1988), SDN 02 Petang, Pondok Pinang (1985), dan TK Arya Darma, Pondok Pinang (1979). Mantan wartawan, kini sastrawan, eseis, dan editor. Cerpennya telah tampil di berbagai media nasional serta antologi bersama untuk pasar internasional terbitan Yayasan Lontar: “Menagerie 5 ” (ed. Laora Arkeman, 2003) dan “I Am Woman ” (ed. John H. McGlynn, 2011). Antologi tunggal pertamanya “Sebelas Colen di Malam Lebaran” (Masup Jakarta, 2008) berisi 17 cerpen bernuansa Betawi, dengan endorsement dari JJ Rizal, peneliti sejarah dan sastra, lainnya “Gambar Perahu Layar di Dinding: Indonesia Under Soeharto” (e-book, Evolitera, 2010). Cerpennya yang bernuansa Betawi tampil pula dalam antologi bersama: “Ujung Laut Pulau Marwah” (Antologi Cerpen Temu Sastrawan Indonesia III, Tj. Pinang, 2010) dan “Si Murai dan Orang Gila” (Bunga Rampai Cerpen Panggung Sastra Komunitas Dewan Kesenian Jakarta, KPG& DKJ, 2010). Ia pernah diminta secara khusus menulis untuk buku kumpulan esei “Kahlil Gibran di Indonesia” (ed. Eka Budianta, Ruas, November 2010)—mengantarkanya berpidato di hadapan tiga dubes sekaligus: Libanon, Libya, dan Tunisia. Website: www.stambulpanjak.blogspot.com.